Header Ads Widget

Banner Ads 728x90

Ticker

6/recent/ticker-posts

Candaan Gus Miftah ke Penjual Es: Pelajaran Berharga

Candaan Gus Miftah ke Penjual Es: Pelajaran Berharga

Kontroversi Gus Miftah: Pelajaran Berharga tentang Bijak Berbicara

Sosok Gus Miftah dan Sunhaji

Gus Miftah, seorang tokoh agama yang dikenal luas, baru saja diangkat menjadi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama.

Di sisi lain, ada Sunhaji, seorang penjual es teh sederhana yang sering berjualan di acara pengajian.

Dua dunia yang tampak jauh berbeda ini bertemu di satu titik: sebuah acara selawatan di Magelang.

Saat itu, panggung dipenuhi tawa. Gus Miftah melontarkan candaan kepada Sunhaji yang sedang berjualan di sekitar lokasi.

Namun, candaan itu membawa konsekuensi yang tak terduga, menjadi sorotan nasional.

 

Dari Candaan ke Kontroversi

Acara yang awalnya berjalan khidmat mendadak berubah ketika candaan Gus Miftah terdengar:

"Es tehmu jik okeh ra? Masih, yo kono didol goblog".

Tawa meledak dari para hadirin. Namun, di sisi lain, Sunhaji yang menjadi sasaran candaan itu tampak bingung.

Tak lama, video momen tersebut viral di media sosial.

Banyak yang menilai bahwa candaan tersebut tidak pantas, terutama mengingat posisi Gus Miftah sebagai pemuka agama sekaligus pejabat negara.

Gelombang kritik datang deras, mendesak tanggung jawab atas apa yang terjadi.

 

Ketegangan dan Tuntutan Maaf

Sorotan publik tidak berhenti pada candaan itu saja.

Presiden Prabowo, yang dikenal menjunjung tinggi adab kepada rakyat kecil, langsung bereaksi.

Lewat Seskab Teddy Indra Wijaya, Prabowo memerintahkan Gus Miftah untuk meminta maaf secara langsung kepada Sunhaji.

Momen ini menjadi ujian berat bagi Gus Miftah.

Sebagai sosok yang selama ini dikenal menyuarakan nilai-nilai Islam, tindakannya kini bertolak belakang dengan citra yang ia bangun.

Bagi Sunhaji, kejadian ini juga bukan hal kecil.

Ia, seorang rakyat kecil yang tak pernah meminta perhatian, kini menjadi simbol penting tentang bagaimana rakyat kecil seharusnya dihormati.

 

Permintaan Maaf dan Rekonsiliasi

Gus Miftah akhirnya mendatangi Sunhaji.

Dengan nada tulus, ia meminta maaf atas candaan yang dilontarkan.

"Yang saat itu niatnya guyon tapi disalahpresepsikan, tapi apapun itu aku minta maaf sama Kang Sunhaji", ujarnya.

Sunhaji, dengan sikap sederhana, menerima permintaan maaf tersebut.

Ia bahkan menyebut bahwa dirinya sudah terbiasa dengan candaan serupa.

Namun, makna dari momen ini jauh lebih besar dari sekadar memaafkan.

 

Pelajaran untuk Semua

Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi Gus Miftah, dan mungkin juga bagi banyak dari kita: setiap kata yang diucapkan memiliki dampak besar, terutama ketika seseorang berada di posisi publik.

Tidak semua candaan diterima sebagai hiburan; ada konteks, situasi, dan hati yang perlu diperhatikan.

Bagi Sunhaji, ia menjadi simbol ketegaran dan kesederhanaan.

Kejadian ini juga mengajarkan bahwa setiap individu, tidak peduli apa pun posisinya, layak dihormati.

 

Bijak dalam Berbicara

Kisah ini mengingatkan kita bahwa kata-kata memiliki kekuatan luar biasa.

Dalam dakwah, dalam pergaulan, bahkan dalam candaan, ada tanggung jawab untuk memastikan kata-kata yang keluar dari mulut kita membawa kebaikan, bukan sebaliknya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang ulama, "Perkataan yang baik adalah sedekah".

Mari kita bijak dalam berbicara, karena kata-kata tidak hanya mencerminkan siapa kita, tetapi juga memiliki kekuatan untuk membangun atau menghancurkan.

Dengan belajar dari kisah Gus Miftah dan Sunhaji, semoga kita semua semakin bijak dalam menyampaikan kata-kata, terutama di era di mana segalanya mudah viral dan dapat berdampak luas.

Posting Komentar

0 Komentar